Jumat, 12 Februari 2010

Sekolah untuk calon Ibu

Saya pernah membaca sebuah tulisan yang isinya keluhan tentang sulitnya menjadi Ibu yang ideal. Seorang ibu yang punya segudang keterampilan tentang memasak, menjahit, merawat bayi & anak, beberes rumah, dll...dll...Pokoknya semua keterampilan yang identik dengan kaum wanita. Padahal tak semua wanita memiliki semua bahkan beberapa keterampilan tersebut karena berbagai alasan, kondisi & latar belakang. Termasuklah si penulis, yang merasa sangat tidak ideal sebagai Ibu karena nyaris seluruh keterampilan tersebut tak ia miliki, sehingga sang penulis merasa perlu diadakannya sebuah sekolah untuk Calon Ibu.

Membaca tulisan tersebut, membuat saya teringat pada kondisi awal saat saya menikah dulu. Saya sadar, jangankan keterampilan untuk jadi seorang Ibu, untuk menjadi seorang Istri yang baik saja keterampilan (ilmu) yang saya miliki amat minim. Walau demikian, saya tetap 'nekat' menikah, dengan alasan menyegerakan ibadah. Lagipula, saya menikah dengan pria pilihan saya sendiri, sehingga saya yakin, berbekal kasih sayang yang tulus semua lika-liku kehidupan berumah tangga akan bisa dilewati dengan mulus. Saya akui, saya sama sekali tak bisa memasak (kecuali mie instan tentu saja :). Sangat tidak terampil beberes rumah. Dan amat malas mencuci pakaian. Maklum, saya mempunyai 3 orang kakak perempuan, sehingga banyak pekerjaan rumahtangga diambil alih oleh ketiga kakak saya sewaktu kami masih serumah.

Ternyata benar dugaan saya. Setelah menikah & memiliki rumah sendiri, saya tidak terlalu kesulitan mengurus rumah tangga. Berbekal catatan resep masakan milik ibu, saya mulai belajar memasak. Learning by Doing. Tabloid masakan saya beli. Berbagai resep masakan di internet pun saya jelajahi. Alhasil saya tidak terlalu kesulitan menyuguhi makanan buat suami tercinta. Usaha ini bisa dibilang sukses, karena rasa-rasanya saya belum pernah mendengar suami protes akan masakan saya. Entahlah kalau dia berpura2 untuk menghargai usaha saya... :). Urusan beberes rumah & cuci mencuci pun tidak terlalu menjadi masalah, karena saya beruntung memiliki suami yang mau turun tangan membantu saya. Alhasil, pekerjaan rumah tangga sering kami lakukan bersama. Mungkin dasar cinta & kasih sayang yang membuat semua bisa kami lalui dengan baik.

Setelah memiliki anak, saya banyak belajar dari ibu & berbagai artikel seputar bayi & anak. Berusaha menggabungkan pengalaman ibu & teori-teori. Alhasil, saya juga tak terlalu kesulitan menjalani peran sebagai Ibu. Beruntung saya juga memiliki seorang putri yang sedari bayi memang tidak rewel. Hingga kini putri kami berusia 6,3 tahun, saya amat menikmati hari-hari bersamanya.

Sebetulnya, sejak awal berencana berkeluarga, saya sangat optimis bisa menjalani peran saya sebagai istri & ibu. Rasa percaya diri ini amat membantu saya untuk siap menghadapi tiap masalah yang saya hadapi. Tentu saja diiringi dengan usaha meningkatkan kualitas diri. Saya selalu teringat perkataan seorang sahabat, yang pernah mengatakan bahwa setiap wanita memiliki fitrahnya untuk bisa menjadi istri & ibu bagi anak-anaknya, walau tak pernah mengenyam pendidikan tinggi & tak memiliki keterampilan apapun awalnya. Dengan fitrahnya sebagai wanita, saat dibutuhkan, seorang wanita secara naluriah akan bisa melakukan perannya dengan baik. Jadi, teman saya sangat percaya, waktu & keadaan akan mengubah seseorang dari TIDAK BISA menjadi BISA.

Saya yakin, sahabat saya itu bahkan telah lupa akan ucapan yang ia katakan pada saya dulu. Tapi, bagi saya, ucapan inilah yang membuat saya selalu optimis & siap menjalani hari-hari saya sebagai seorang wanita, istri & ibu bagi anak-anak saya.

Kembali soal sekolah untuk calon ibu, menurut saya, tak musti sekolah formil yang kita butuhkan. Banyak ilmu & pengetahuan yang bisa kita dapatkan dari pengalaman orang-orang disekitar kita, apalagi akses untuk menambah ilmu & keterampilan sudah terbentang luas & sangat mudah. Yang terpenting, keinginan yang kuat untuk terus memperbaiki diri & rasa optimis bahwa kita, sebagai istri & ibu, bisa menjalani peran ini dengan baik. Dengan rasa cita & keikhlasan, Insya Allah kita bisa menjalaninya dengan baik. Learning by Doing, karena sesungguhnya tak ada manusia yang sempurna, termasuk pula, tak ada ibu yang betul-betul sempurna......


(Tulisan ini didedikasikan untuk seorang sahabat: terimakasih, atas semangat & optimisme yg telah ditanamkan untukku.......)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar